1. Kesesuaian dengan iklim
2. Efisiensi sumberdaya
3. Efisiensi energi
Ketiga prinsip tersebut mendasari semua komponen
perancangan kota ekologis, yang saling berintegrasi. Keterpaduan anta komponen
dalam perancangan kota ekologis merupakan salah satu jalan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan.
Adapun
komponen perancangan kota ekologis terdiri dari:
1. Tata guna tanah
2. Bangunan
3. Transportasi
4. Infrastruktur
5. Lansekap kota.
1. Tata guna tanah
2. Bangunan
3. Transportasi
4. Infrastruktur
5. Lansekap kota.
Pada tata guna tanah, beberapa upaya yang dapat
dilakukan dalam perancangan kota ekologis adalah
1. Tata guna tanah campuran
2. Pemakaian lahan dengan lebih kompak
3. Integrasi antara tata guna tanah dan intrastruktur
4. Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil5. Lebih banyak disediakan ruang terbuka.
1. Tata guna tanah campuran
2. Pemakaian lahan dengan lebih kompak
3. Integrasi antara tata guna tanah dan intrastruktur
4. Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil5. Lebih banyak disediakan ruang terbuka.
Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan penataan,
penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah secara berencana dalam rangka
melaksanakan pembangunan nasional.
Tata guna
tanah adalah usaha untuk menata proyek-proyek pembangunan, baik yang
diprakarsai pemerintah maupun yang tumbuh dari prakarsa dan swadaya masyarakat
sesuai dengan daftar sekala prioritas, sehingga di satu pihak dapat tercapai
tertib penggunaan tanah, sedangkan di pihak lain tetap dihormati peraturan
perundangan yang berlaku.
1. Adanya serangkaian kegiatan
Yang meliputi pengumpulan data lapangan yang menyangkut tentang penggunaan, penguasaan, dan kemampuan fisik tanah, pembuatan rencana/pola penggunaan tanah untuk kepentingan pembangunan dan pengawasan serta keterpaduan di dalam pelaksanaanya.
2. Penggunaan tanah harus dilakukan secara berencana
3. Adanya tujuan yang hendak dicapai
Ialah untuk tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Pada komponen bangunan, rancangan bangunan harus
dipikirkan secara menyeluruh. Dari sudut pandang ini kita dapat mengkaji
bagaimana tapak, bentuk, material dan struktur bangunan dapat dipakai untuk
mengurangi konsumsi energi, tetapi tetap nyaman dipakai. Menurut Vale dan Vale
(1992) beberapa upaya yang harus dilakukan untuk mencapai bangunan hijau
adalah:
1. konservasi energi
2. kesesuaian dengan iklim
3. mengurangi pemakaian sumberdaya baru
4. memperhatikan tapak
5. memperhatikan pemakai
6. dirancang secara menyeluruh.
Komponen kota ekologis berikutnya adalah transportasi.
Blowers (1993) menekankan adanya empat prinsip mekanisme yang diperlukan untuk
mencapai strategi transportasi berkelanjutan yaitu:
1. mekanisme aturan yang bertujuan membatasi tingkat polusi yang dihasilkan oleh kendaraan.
2. mekanisme financial, melalui pajak-pajak energi, meliputi pajak pemakaian bahan baker dan pengeluaran emisi ke udara
3. mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan terhadap kendaraan yang efisien dalam pemakaian bahan baker, serta alternative teknologi transportasi
4. adanya integrasi dalam perencanaan tata guna tanah dan transportasi, untuk meminimalkan jarak capai, mendorong dipakainya transportasi umum, serta meningkatkan kemudahan pencapaian terhadap fasilitas transportasi.
1. mekanisme aturan yang bertujuan membatasi tingkat polusi yang dihasilkan oleh kendaraan.
2. mekanisme financial, melalui pajak-pajak energi, meliputi pajak pemakaian bahan baker dan pengeluaran emisi ke udara
3. mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan terhadap kendaraan yang efisien dalam pemakaian bahan baker, serta alternative teknologi transportasi
4. adanya integrasi dalam perencanaan tata guna tanah dan transportasi, untuk meminimalkan jarak capai, mendorong dipakainya transportasi umum, serta meningkatkan kemudahan pencapaian terhadap fasilitas transportasi.
Komponen lansekap kota terdiri atas ruang terbuka,
pemanfaatan tanaman, pertanian kota dan hutan kota. Segala infrastruktur yang
berkaitan dengan kota ekologis harus diperhatikan dan dipertimbangkan dengan
teliti dan akurat.
DEFINISI
KOTA EKOLOGIS
“An ecocity
is an ecologically healthy city”
Kota yang secara ekologis dikatakan kota yang sehat.
Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan
kelestarian lingkungan. Pengertian yang lebih luas ialah adanya hubungan timbal
balik antara kehidupan kota dengan lingkungannya. Secara mendasar kota bisa
dipandang fungsinya seperti suatu ekosistem. Ekosistem kota memiliki
keterkaitan sistem yang erat dengan ekosistem alami.
Kota Ekologis di beberapa kota diwujudkan dalam bentuk
program-program yang bertujuan untuk mencapai ‘kota hijau’. Program kota hijau
merupakan program yang menyatakan perlunya kualitas hidup yang lebih baik serta
kehidupan yang harmonis dengan lingkungannya bagi masyarakat kota.
Program-program kota hijau diantaranya tidak hanya terbatas untuk mengupayakan
penghijauan saja akan tetapi lebih luas untuk mengupayakan konversi energi yang
dapat diperbaharui, membangun transportasi yang berkelanjutan, memperluas
proses daur ulang, memberdayakan masyarakat, mendukung usaha kecil dan
kerjasama sebagai tanggung jawab sosial, memugar tempat tinggal liar,
memperluas partisipasi dalam perencanaan untuk keberlanjutan, menciptakan seni
dan perayaan yang bersifat komunal.
KONSEP DAN
VISI KOTA EKOLOGIS
Sumbangan pemikiran terhadap konsep kota yang
berwawasan lingkungan memberikan pengertian yang luas. Pemahaman yang sinonim
dengan konsep kota yang berkelanjutan, melahirkan istilah kota ekologis serta
istilah lain yang dikenal dengan kota hijau dan kota organik. Selanjutnya
menurut Hill (1992) bahwa kota seharusnya didorong untuk mendukung kebutuhan
manusia secara organik dan pemenuhan diri secara terus menerus sampai mencapai
tingkatan yang tertinggi, dimana lingkungan yang dibangun mendukung dan
menegaskan secara positif mengenai pembangunan manusia dan pembangunan yang
berwawasan lingkungan.
Melibatkan alam dalam membangun kota, seperti yang
diusulkan Ebenezer Howard (1898) menjadi landmark dalam perencanaan kota,
kemudian konsep tersebut dikenal dengan konsep kota taman. Howard dengan
konsepnya tersebut memandang bahwa kota dengan skala yang besar tidak akan
memberikan tempat yang cocok untuk tinggal, dimana ia mengindikasikan kota yang
besar sebagai bentuk rencana yang tidak ideal, lingkungan yang tidak sehat
sehingga kota tersebut akan mati. Kota taman yang dimaksudkan Howard, memiliki
batasan-batasan dimana ia menyarankan jumlah penduduk sebanyak 32.000 jiwa
dalam lahan seluas kurang lebih 405 ha (4.050.000 m²) dan lahan tersebut
dilingkupi oleh lingkungan hijau yang luas.
Sementara Pattrick Geddes (1915) percaya bahwa
perencanaan kota didasarkan pada pengetahuan tentang alam dan sumber daya suatu
wilayah. Misalnya secara khusus ia memandang kawasan lembah sungai sebagai unit
alami untuk menguji berbagai aktivitas yang berbeda terkait dengan kota. Dan
juga Geddes sudah meramalkan adanya pengaruh yang penting tentang perkembangan
kota yang terdesak oleh teknologi dan mode transportasi. Ramalan tersebut ada
benarnya, seperti halnya yang terjadi saat ini. Lebih lanjut menurutnya bahwa
dengan adanya perembetan kota tersebut maka menyebabkan penggunaan sumber daya
dan enegi menjadi tidak teratur dan menjauhkan diri manusia dari alam. Dengan
demikian hal ini akan sangat penting untuk membawa kembali alam ke dalam kota.
Berbeda dengan Howard yang kurang menerima kota dengan
skala besar karena dianggap tidak ideal, maka Alexander (1967, 1969)
berpendapat bahwa kota besar bisa ditentukan melalui pusat-pusat kota yang
saling berhubungan dan mendukung kota serta pertumbuhannya berdasarkan
perkembangan organik pada tingkat distrik dalam suatu kota.
Sejalan
dengan pendapat Howard dan Geddes, Lewis Mumford (1961) menggabungkan konsep
tersebut dengan menyertakan elemen ikatan sosial untuk menciptakan hubungan
yang langsung antara kawasan ekologis dengan wilayah perkembangan kota. Usulan
Mumford melibatkan konsep baru tentang kota taman, pembangunan kota yang desentralistik,
dan lokasi yang terletak di kawasan lembah sungai (Hill, 1992). Lebih detail
mengenai konsep kota ekologis, Ian McHarg(1969) menunjukkan tema ‘desain dengan
alam’, sama halnya dengan Geddes, ia mendukung adanya pengujian terhadap
kondisi alam suatu kawasan sebelum mengajukan pembangunan suatu kota. Hal yang
berbeda dengan Howard, Mumford dan Alexander adalah bahwa McHarg memiliki
perhatian yang kecil pada interaksi manusia, perkembangan distrik, hirarki
wilayah dan prinsip umum tentang bentuk kota, dimana lingkungan alami dirubah
berdasarkan produk rencana yang disiapkan yaitu berupa blueprint.
Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan
Howard, Geddes, Mumford dan McHarg, adalah menghindari pembangunan kawasan yang
tidak terbangun. Secara khusus, hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap
rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang memperhatikan kondisi
ekologis lokal serta bertujuan untuk meminimalkan dampak yang merugikan dari
pengembangan kota. Selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan
sendirinya menciptakan aset alami lokal.
Sinergi dengan pendekatan-pendekatan tersebut dimana
substansinya secara jelas menerangkan konsep kota alami untuk menuju kota yang
berwawasan lingkungan (ekologis). Konsep-konsep tersebut tercermin dalam
perumusan visi tentang kota ekologis dimana hal tersebut digambarkan dengan
beberapa visi yang mendukung eksistensi dan tujuan kota ekologis. Visi tentang
kota ekologis yang dimaksud adalah menciptakan kota yang selaras, serasi dengan
alam dan lingkungannya. Dimana pandangan-pandangan yang berkembang sesuai
dengan visi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
- - Perencanaan
perumahan yang diadaptasikan dengan alam dan mempertimbangkan faktor-faktor
biologis
- - Keseimbangan
ruang-ruang kota dan desa tanpa saling bertentangan
- - Perencanaan
area bangunan dan perumahan yang selaras dengan iklim
- - Upaya
desentralisasi terhadap sistem penyediaan energi yang selaras dengan sistem
kehidupan
- - Pertanian
yang tersebar mengikuti kontur alami dari lahan
- - Pola
jalan-jalan yang menyesuaikan dengan kondisi lahan
- - Perlindungan
suatu lahan untuk memelihara evolusi alami
- - Sungai
penyangga yang menjaga kemampuan alami untuk recovery dan self-regulation
- - Perlindungan
permukaan lahan melalui rencana transportasi yang cocok
- - Desain yang
menyatu dengan sejarah dan karakteristik lokal
- - Variasi
desain yang fleksibel menyatu dengan pengalaman penghuni
- - Komunitas
yang koopratif dan hubungan yang baik
- - Desain yang
memelihara lansekap alami
- - Zoning dan
gaya bangunan yang beradaptasi dengan iklim
- - Preservasi
pusat kota
- - Desain ruang
untuk pedestrian/jalan yang tidak menutup secara total dari permukaan lahan
- - Ruang-ruang
mix-used untuk tempat tinggal, bekerja dan kegiatan lainnya
- - Menciptakan
ruang kehidupan untuk manusia, binatang dan tumbuhan
- - Kota sebagai
ekosistem dari elemen-elemen yang menyatu
- - Kota
merupakan gambaran kehidupan
Dengan demikian secara praktis kota ekologis merupakan
kota yang mengurangi beban dan tekanan lingkungan, meningkatkan kondisi tempat
tinggal dan membantu mencapai pembangunan berkelanjutan termasuk peningkatan
kota yang komprehensif. Kota ekologis melibatkan perencanaan dan manajemen
lahan dan sumberdaya serta implementasi peningkatan lingkungan secara terukur.
PEMBANGUNAN KOTA EKOLOGIS
Konsep
kota masa depan dengan optimis menyatakan bahwa kota berupaya untuk menjaga
kondisi lingkungan dengan tidak menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan, kota
harus menjadi bagian dari solusi terhadap kondisi tersebut. Persyaratan pertama
yang harus dipenuhi bahwa fungsi suatu kota harus memperhatikan terhadap
keseimbangan lingkungan. Persyaratan kedua, bahwa kota tidak hanya dipandang
sebagai bentuk fisik saja, namun secara psikologis dan sebagai sesuatu yang
menarik (estetis), sebagai sesuatu yang menyediakan kepuasan arti bagi suatu
komunitas/masyarakat, dan kota merupakan sesuatu yang berlanjut. Konsensus
bagaimana membangun suatu kota mencakup beberapa aspek:
- Kehidupan dengan kepadatan yang tinggi
- Komunitas yang spontan & kondisi kehidupan yang manusiawi
- Mengurangi persyaratan perjalanan
- Daya Manusia & transit publik
- Bangunan hemat energi
- Penggunaan lahan dengan fungsi mix-used
- Sistem daur ulang yang baik
- Ruang-ruang untuk publik
Langkah-langkah menuju Kota Ekologis menurut
Christopher A. Haines:
*Mengidentifikasikan prinsip-prinsip lingkungan dimana transformasi
kota harus terjadi. Prinsip-prinsip ini merupakan benchmark yang dapat digunakan untuk
mengukur perubahan. Prinsip-prinsip ini cukup sederhana namun sangat penting
untuk diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
- Konservasi Sumber daya
- Sumber daya material
- Sumber daya energi
- Sumber daya budaya
- Sumber daya finansial
- Studi tentang sampah
- Studi tentang Sejarah
*Merehabilitasi pusat-pusat kota
Proses ini terdiri dari:
- Melakukan preservasi pada bangunan yang bersejarah
- Merehabilitasi bangunan untuk konservasi energi dan modifikasi lain yang disyaratkan
- Mengganti aset-aset yang tidak memberikan kontribusi pada kota
* Meningkatkan transportasi untuk publik
* Menambah kepadatan di kawasan sprawl
Syarat-syarat Pembangunan
Kota Ekologis
- Jaminan yang ekologis meliputi udara yang bersih dan aman, penyediaan air yang diandalkan, makanan, perumahan dan tempat kerja yang sehat, pelayanan pemerintah kota, perlindungan bencana untuk semua orang.
- Sanitasi yang ekologis harus memenuhi aspek efisien, biaya yang efektif, cara yang ramah lingkungan dalam mengolah dan mendaur ulang hasil metabolisme manusia, limbah dan air kotor.Metabolisme industri yang ekologis dimana pelestarian sumber daya dan pelindungan lingkungan termasuk pada transisi industri, menekankan pada penggunaan kembali pada bahan yang digunakan, produksi yang berkelanjutan, energi yang diperbaharui, transportasi yang efisien, dan kebutuhan hubungan antar manusia
- Lanskap yang ekologis dimana meliputi kesatuan yang mengatur struktur-struktur terbangun, ruang terbuka seperti taman dan plaza, penghubung seperti jalan dan jembatan, komponen-komponen alami seperti sungai, bukit, memaksimalkan aksesibilitas kota untuk seluruh warga kota disaat pelestarian energi dan sumber daya serta usaha-usaha untuk mengurangi masalah kecelakaan kendaraan, polusi udara, menurunnya kualitas air, efek panas dan pemanasan global sedang terjadi.
- Kesadaran ekologis meliputi diantaranya membantu orang untuk mengerti bahwa tempat mereka bagian dari alam, identitas budaya, sikap tanggung jawab terhadap lingkungan dan membantu mereka untuk merubah kebiasaan mengkonsumsi dan meningkatkan kemampuan mereka agar dapat memberikan kontribusi untuk merawat ekosistem kota dengan kualitas yang tinggi.
CONTOH KOTA EKOLOGIS
Berikut adalah
ringkasan kota yang sedang menlaksanakan pembangunan “konsep ekologis”:
1. Kota Dongtan – Pulau
Chongming, China
Pada
2005, pemerintah kota Shanghai menyerahkan pengelolaan tanah di Pulau Chongming
kepada Shanghai Industrial Investment Company (SIIC), lembaga investasi milik
pemerintah. Pulau Chongming terletak sekitar 14 km dari distrik keuangan
Shanghai dengan luas mencapai 50 km persegi atau sekitar tiga perempat luas
Kota Manhattan. Pemerintah ingin menjadikan Kota Dongtan menjadi sebuah kota
hijau yang memiliki sumber energi yang terbarukan, bebas kendaraan bermotor dan
dengan sumber daya air yang bisa didaur ulang.
Kota
ini diharapkan bisa menjadi contoh sebuah kota hijau yang ideal di dunia dan
mampu menampung 500,000 penduduk pada 2050.
SIIC
ingin menciptakan sebuah kota modern bernuansa ekologis menggantikan konsep
kota industri tradisional.
2. Kota Sitra Low2No –
Helsinski, Finlandia
Low2No
adalah sebuah proyek kota hijau yang memiliki beragam fungsi seluas satu blok
di Helsinki, Finlandia. Kota hijau ini masuk dalam rencana besar pembangunan
kembali Jätkäsaari, sebuah kota pelabuhan industri yang disetujui pada 2006.
Pemerintah Finlandia ingin menjadikan Low2No sebagai contoh ideal sebuah kota
yang bebas atau rendah karbon, yang mampu “menyemai inovasi di bidang efisiensi
energi dan pembangunan yang berkelanjutan.”
Dengan
Low2No, pemerintah ingin menerapkan sistem pembangunan berkelanjutan di
Finlandia yang masuk dalam hitungan ekonomi dengan menciptakan
kebijakan-kebijakan finansial baru yang mendukung usaha-usaha rendah atau bebas
karbon. Finlandia menargetkan pembangunan 10 proyek baru dalam lima tahun
setelah proyek Low2No rampung.
3. Kota Kota Masdar –
Masdar, Abu Dhabi
Kota
hijau Masdar ini adalah kota hijau yang paling terkenal dan paling mendapat
banyak kritikan hingga saat ini. Kota seluas 3,5 km persegi yang terletak di
sebuah gurun 30 km dari Abu Dhabi ini dirancang untuk menampung 47.000 penduduk
dan 1.500 perusahaan. Nilai investasinya mencapai $22 miliar dan ditargetkan
selesai pada 2016.
Menurut
pemerintah Abu Dhabi, kota ini akan menjadi kota bebas karbon, bebas limbah dan
bebas mobil, dengan sumber energi yang berasal dari energi yang terbarukan.
Masdar juga menjadi markas dari International Renewable Energy Agency, yang
memiliki mandat menyebarkan dan mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan.
Tahun
lalu (2010) saat para pelaksana proyek Masdar merevisi target awal mereka.
Penyelesaian proyek ini mundur dari 2016 ke 2020. Kota ini juga masih akan
membutuhkan banyak pasokan energi dari luar dan kapsul transportasi elektrik
(yang menjadi bagian dari sistem transportasi personal di Masdar) tidak akan
tersedia di seluruh kota. CEO ADFEC Sultan al-Jaber mengumumkan bahwa proyek
Kota Masdar tidak akan dihentikan namun menurut pengamat akan ada perubahan
dari rencana awalnya.
4. Kota PlanIT Valley –
Paredes, Portugal
PlanIT
Valley adalah contoh kota pintar (smart city) akan dibangun di wilayah Paredes,
sekitar 16 km dari pusat kota Porto, Portugal, oleh perusahaan teknologi baru
bernama Living PlanIT. Pada 2008, Living PlanIT memperoleh hak untuk membeli
sekitar 3000 ha lahan dari pemerintah lokal sebagai lokasi PlanIT Valley.
Proyek ini diharapkan selesai pada 2015, dan diharapkan bisa menampung sekitar
150,000 penduduk. PlanIT Valley didesain sebagai pusat penelitian dan
pengembangan teknologi bagi Living PlanIT dan mitranya yang ingin menjadikan
kota ini sebagai “laboratorium teknologi hijau” pertama di dunia
Inisiator
perusahaan, Steve Lewis dan Malcolm Hutchinson, mantan direktur perangkat
lunak, memadukan sudut pandang teknologi yang unik dalam mengembangkan kota ini.
Mereka menggunakan apa yang mereka sebut sebagai “Sistem Operasi Perkotaan”
(Urban Operating System) yang berfungsi sebagai pusat operasi atau otak dari
kota ini. SOP mengumpulkan beragam informasi dari sistem perkotaan yang
mendukungnya.
5. Tianjin Eco-City –
Tianjin, China
Pada
2007, tidak lama setelah mengumumkan proyek Dongtan, pemerintah China membuat
rencana kota hijau baru (eco-city) hasil kerjasama pemerintah China dan
Singapura. Kota bernama Tianjin Eco-City ini terletak sekitar 40 km dari pusat
kota Tianjin, sekitar 150 km di sebelah tenggara Beijing. Kota ini bisa dicapai
dalam waktu kurang dari 10 menit dari Tianjin Economic-Technological
Development Area (TEDA). Proyek Tianjin Eco-City terus berlangsung dan
diharapkan mulai dihuni pada tahun ini.
6. Meixi Lake District
– Changsha, China
Changsha
adalah kota yang sedang tumbuh dengan penduduk mencapai lebih dari 65 juta
jiwa. Pada Februari 2009, pemerintah kota Changsha di Provinsi Hunan dan
kontraktor Gale International setuju membangun sebuah kota ramah lingkungan
bernama Meixi Lake District di Changsha, ibu kota dari Provinsi Hunan di China
selatan-tengah.
Menurut
Kohn Pedersen Fox, perancang kota ini, Meixi Lake ingin menjadi contoh sebuah
kota masa depan di China. “Kota ini menggabungkan konsep kota metropolis dan
kota alami yang menggunakan jaringan transportasi inovatif, sistem distribusi
energi terbaru (smart grid), sistem pertanian perkotaan serta sistem daur ulang
limbah energi.” Distrik seluas 600 ha ini diharapkan mampu menampung 180,000
penduduk dan diharapkan rampung pada 2020.
7. New Songdo City –
Songdo Island, Korea Selatan
Rencana
bagi New Songdo City, yang terletak di sebuah pulau buatan 30 km dari Seoul,
Korea Selatan dimulai pada 2000. Kota seluas 600 ha ini diharapkan mampu menampung
430.000 jiwa pada 2014. New Songdo City ingin menjadi sebuah kota “Terpadu,
Pintar dan Hijau (Compact, Smart and Green)”.
Kota
ini ditargetkan menghasilkan gas rumahkaca (greenhouse gases) sepertiga dari
kota dengan luas yang sama. Rumah dan bangunan komersial hijau kota ini akan
digarap oleh GE Korea. Kota di Incheon Free Economic Zone ini ingin menarik
investasi dan bisnis asing ke Korea, dan menjadikan Korea Selatan sebagai pusat
perdagangan Asia.
Pada
2009, sebanyak 60,000 penduduk, 418 perusahaan dan pusat penelitian dipindahkan
ke wilayah ini dan pada 2014 pembangunan tahap kedua ditargetkan rampung. Di
kota ini juga akan dibangun 10 universitas asing, delapan universitas lokal,
empat sekolah internasional dan 17 bioskop.
Sumber: