Kamis, 05 November 2015

Mengenai Peraturan Daerah (RTRW) Kota Jakarta

Berita terkait:

Infrastruktur Indonesia Dihadapkan pada Masalah Tata Ruang

(Berita Daerah – Nasional) Akibat tumpang tindihnya berbagai kebijakan sektoral yang terkait perencanaan ruang, konflik ruang di berbagai daerah berpotensi untuk tercipta. Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bisa masuk ke dalam perangkap negeri tanpa perencanaan tata ruang.
Saat ini, sudah ada UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pesisir, UU 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No 12 2008 (Perubahan kedua atas UU No 32 Tahun 2004), dan berbagai kebijakan sektoral lainnya yang terkait dengan ruang.
Dampaknya di lapangan, terjadi konflik perencanaan dan pemanfaatan ruang di berbagai daerah banyak terjadi karena tumpang tindihnya kebijakan tersebut, baik secara substansi maupun kelembagaan.
Contoh kasus yang terjadi adalah pada perencanaan kawasan pesisir terjadi tumpang tindih, irisan area yang menjadi subyek dari rencana tata ruang wilayah, dan rencana pengelolaan kawasan pesisir. Konflik ini senada dengan konflik tata ruang mengenai hutan di berbagai daerah.
Akibatnya, sampai sekarang ternyata penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota menjadi peraturan daerah (Perda) sangat lambat.
Menurut catatan Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, baru 51 persen provinsi yang sudah memiliki Perda RTRW, 62,6 persen kabupaten yang telah memiliki Perda RTRW dan 72 persen kota yang telah memiliki Perda RTRW. Kondisi ini amat mengkhawatirkan karena bisa dipastikan, tidak ada kepastian hukum dan ini jelas-jelas menghambat investasi.
Oleh karena itu, pemerintah dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) perlu segera mencari solusi konkret agar Indonesia terhindar dari kondisi berjalan tanpa rencana tata ruang yang jelas.
Beberapa tindakan mendesak itu antara lain yakni mempercepat terbitnya dokumen peraturan perundangan sebagai bentuk operasionalisasi Inpres No 8/2013 tentang percepatan penyelesaian dan penyusunan perda RTRW.
Masalah tata ruang sendiri sebenarnya adalah problema klasik di Indonesia. Indonesia saat ini dapat dikatakan dalam keadaan darurat tata ruang sehingga berdampak kepada beragam hal seperti pemenuhan jumlah perumahan yang dibutuhkan.
Kondisi darurat tata ruang itu perlu diperhatikan karena hal tersebut dinilai merupakan basis dari semua pembangunan termasuk sektor properti atau perumahan. Pemerintah saat ini tidak pernah bisa menyediakan lahan yang dibutuhkan guna membangun berbagai basis perumahan seperti rumah susun khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Saat ini jenis perumahan yang paling pas untuk dibangun adalah rumah susun di tengah kota yang mampu mendekatkan kaum pekerja dengan tempat kerja.
Selain itu, kedekatan antara rumah seseorang dengan tempat kerja mereka juga dinilai dapat menghemat BBM yang digunakan karena kedekatan antara kedua lokasi tersebut.
Masalah lain yang timbul akibat kesalahan dalam hal tata ruang adalah munculnya musibah seperti banjir. Contohnya, dalam perencanaan pada zaman penjajahan Belanda, Jakarta memiliki sekitar 300 waduk. Namun kini waduk yang tersisa tinggal 30.
Selain itu, hutan bakau serta ruang terbuka hijau yang dulu banyak dimiliki Jakarta kini sudah beralih menjadi perumahan, pusat perbelanjaan, hingga properti lainnya.







Mengenai Peraturan Daerah (RTRW) Kota Bekasi

Berita terkait:

Perda Kota Bekasi Nomor 13 tahun 2011 Tentang RTRW Disosialisasikan.

Bekasi, InfoPublik - Ruang sebagai suatu sumber daya secara alamiah, merupakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan secara umum oleh seluruh pemangku kepentingan.
“Sehingga perlu dilakukan pengaturan yang jelas dan tegas agar dalam penataaan ruang wilayah dapat tertata dengan baik dan benar,” kata Kepala Bagian Hukum Setda Kota Bekasi, Sudiana, saat membuka sosialisasi Perda nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), di kantor Walikota, Kamis (31/5).
Kegiatan sosialisasi tersebut diikuti 100 peserta terdiri dari Kepala SKPD, Camat dan Lurah se-Kota Bekasi, serta Asosiasi Pengembang Kota Bekasi, dengan menghadirkan narasumber dari Kementrian PU Amelia Novianti, Kepala Subbid Tata Ruang Bappeda Kota Bekasi Dicky Irawan, serta Kasie Perencanaan Wilayah dan Arsitektur Tata Kota Marlina Lucianwati.
Penataan ruang harus mampu menjawab kebutuhan pembangunan saat ini, dan saat ini masih banyak pemanfaatan ruang yang kurang terencana dengan baik yang dapat memberikan dampak kurang baik seperti kemacetan, banjir, kawasan kumuh dan sanitasi air bersih yang kurang, ujar Kabag Hukum.
Sementara itu Kepala Subbid Tata Ruang Bappeda Kota Bekasi Dicky Irawan, mengatakan Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah (RTRW) yang berlaku 20 tahun ke depan itu bahkan sudah menjadi produk dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Kota Bekasi Nomor 13 tahun 2011.
Kota Bekasi sebenarnya memliki potensi yang sangat luar biasa untuk dijadikan Kota Hijau dan Kota Pemukiman. “Potensi ini dapat menjadi suatu masalah apabila dalam perencanaannya tidak sesuai dengan tata kota yang baik dan benar,” katanya.
Dengan telah diterbitkannya perda tersebut, diharapkan para pengembang dapat berkorelasi dengan baik dengan Pemerintah dalam malakukan penataan ruang wilayah di Kota Bekasi, sehingga dapat terwujudnya  ruang wilayah Kota Bekasi yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan bagi masyarakat, pungkasnya.

Ketentuan umum pada Pasal 1 dalam perda RTRW tersebut adalah:

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Bekasi.
2. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat
5. Walikota adalah Walikota Bekasi.
6. Daerah Kecamatan adalah daerah Kecamatan yang berada di Kota Bekasi
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
8. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang.
9. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
10. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
11. Penataan Ruang adalah sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
19.  Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
20. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi yang selanjutnya disebut RTRWK adalah arahan kebijakan & strategi pemanfaatan ruang wilayah Kota Bekasi.
22. Rencana Rinci Tata Ruang selanjutnya disingkat RRTR adalah perangkat operasional rencana umum tata ruang yang terdiri dan rencana detail tata ruang kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kota.
23. Rencana Detail Tata Ruang Kota Bekasi selanjutnya disebut RDTR adalah operasionalisasi RTRWK yang menjadi pedoman dalam pemanfaatan ruang meliputi penetapan blok-blok peruntukan pusat-pusat pelayanan kota, lokasi kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan Kawasan Budi Daya perkotaan, jaringan prasarana dan utilitas di wilayah Kota, merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota dan menjadi dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
24. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan pembangunan.
25. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
26. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu.
27. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
28. Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
29. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
30. Pusat Pelayanan Kota yang selanjutnya disingkat PPK adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.
31. Sub Pusat Pelayanan Kota yang selanjutnya disingkat SPPK adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi yang melayani seluruh sub wilayah kota.
32. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi lingkungan kota.
33. Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan Koefisiensi Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisiensi Lantai Bangunan (KLB).
34. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara seluruh luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana kota.
35. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana kota.
36. KLB rata-rata adalah besaran ruang yang dihitung dari nilai KLB rata-rata pada suatu kawasan berdasarkan ketetapan nilai KLB menurut pemanfaatan ruang yang sejenis.
37. Koefisien Tapak Bangunan yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka prosentase luas tapak bangunan yang dihitung dari proyeksi dinding terluar bangunan di bawah permukaan tanah terhadap luas perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang.
38. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana kota.
39. Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung mulai dari lantai dasar sampai lantai tertinggi.
40. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan yang berkaitan dengan mekanisme perijinan, pengawasan dan penertiban agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.
41. Kawasan Strategis Kota yang selanjutnya disingkat KSK adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
42. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara disekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
43. Kawasan Siap Bangun (Kasiba) adalah sebidang tanah yang fisiknya telah disiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam 1 (satu) atau lebih lingkungan siap bangun atau yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan Pemerintah Daerah.
44. Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) adalah sebidang tanah, yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri, yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kavling tanah matang.
45. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
46. Ruang Terbuka Hijau Publik yang selanjutnya disingkat RTH Publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
47. Ruang Terbuka Hijau Privat yang selanjutnya RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
48. Ruang Terbuka non Hijau yang selanjutnya disingkat RTnH, adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir, kapur, dan lain sebagainya).
49. Sarana kota adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.
50. Prasarana kota adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang meliputi jalan, saluran air bersih, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan gas, jaringan listrik, dan telekomunikasi.
51. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
52. Arahan Pemanfaatan Ruang adalah arahan untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kota sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kota yang berisi usulan program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
53. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat/disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kota agar sesuai dengan RTRW Kota yang dirupakan dalam bentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kota.
54. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota.
55. Ketentuan Perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kota sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
56. Mekanisme Insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan atau dorongan terhadap kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.
57. Mekanisme Disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau menghambat kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
58. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah Badan bersifat ad-hoc dibentuk untuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi dan di Kabupaten/Kota dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
59. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hokum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
60. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
61. Usaha Kreatif adalah usaha yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu/kelompok untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi dan daya cipta individu/kelompok tersebut.
62. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat Satpol PP adalah perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok membantu walikota menyelenggarakan kebijakan daerah dalam memelihara ketentraman, ketertiban, melakukan penegakan peraturan daerah, keputusan Walikota dan peraturan perundang-undangan lainnya guna pelayanan bagi masyarakat dalam situasi kondusif.



Sumber:



Permasalahan Masyarakat Dengan Pemerintah Terhadap Peraturan Daerah (PERDA) RTRW Kota Depok


Oleh :

Nilam Sari
26313440
3TB06


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Jurusan Teknik Arsitektur
Universitas Gunadarma
2015





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selamanya kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat taofik dan hidayah-Nya kita masih dapat beraktivitas seperti biasa.
Alhamdulilah saya dapat menyelesaikan penulisan ilmiah ini yang bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah softskill, Hukum dan Pranata Pembangunan.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada sema pihak yang telah membantu pembuatan penulisan ilmiah ini sehingga saya dapat menyelesaikan tepat waktunya.
Saya menyadari bahwa penulisan ilmiah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan penyusun penulisan ilmiah ini.
Akhirnya semoga penulisan ilmiah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuna untuk kita semua. Aamiin


            Depok, 14 Oktober 2015






BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang – Undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (Gubernur atau bupati / walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang – undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota, yang berlaku di kabupaten / kota tersebut. Perda Kabupaten / Kota dengan persetujuan bersama Bupati / Walikota. Perda Kabupaten / kota tidak subordinat terhadap Perd Provinsi.
Kota Depok adalah Kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kota depok memiliki berbagai kecamatan yang tersebar, yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Limo, Kecamatan Cinere, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Bojongsari. Saya  menemukan satu perda yang dibuat sebaik mungkin tetapi terdapat masalah dalam pelaksanaanya, salah satunya adalah masalah yang ada di Kecamatan Sawangan, Kelurahan Pasir Putih terkait perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Masalah tersebut saya kutip dari berita yang tersebar di internet dan oleh sebab itu saya akan membahas masalah tersebut dalam penulisan ilmiah ini.

I.II Perumusan Masalah
            I.II.I      Masalah apa yang terjadi di Kelurahan Pasir Putih, Depok?
            I.II.II     Peraturan daerah apa yang membuat demo warga terhadap pemerintah?
            I.II.III    Apa penengah dari masalah tersebut?





BAB II
PEMBAHASAN

Berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, maka status Kota Depok berubah menjadi Kota hingga ditetapkannya Hari Jadi Kota Depok pada tanggal 27 April 1999.
Berdasarkan hal tersebut, dirasakan perlu disusun suatu Rencana Tata Ruang Kota yang strategis, guna mewujudkan perencanaan Kota yang terpadu dan terarah. Karena itu perlu dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok berfungsi sebagai pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam lingkup Kota Depok.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok atau sering disebut sebagai RTRW Kota Depok 2000-2010 disusun berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta mengandung nilai-nilai keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok meliputi :
-          Kebijakan, pendekatan, dan strategi pengembangan tata ruang untuk tercapainya tujuan pemanfaatan ruang yang berkualitas.
-          Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
-          Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok.
-          Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok

Berikut adalah berita yang saya kutip dari internet mengenai tidak konsistennya pemerintaha terhadap pelaksaanan Peraturan Daerah (PERDA) khusunya menyangkut RTRW Kota Depok:

“Balaikota Depok didemo ratusan massa yang menolak perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Depok. Penolakan ratusan massa ini berasal dari warga Kelurahan Pasir Putih karena merasa paling merasakan dampak dari keberadaan TPA itu. Aksi demo ratusan massa itu berkaitan dengan rencana Pemerintah Kota Depok yang akan memperluas lahan TPA Cipayung seluas 6 hektar hingga ke Kelurahan Pasir Putih, Sawangan. Perluasan ini dilakukan karena TPA Cipayung diperkirakan tidak bisa menampung sampah lagi pada 2014 mendatang.
Rencana Pemerintah Kota Depok yang ingin memperluas lahan TPA Cipayung ke Wilayah Kelurahan Pasir Putih mengacu pada dasar hukum Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2012-2032. Dalam Perda tersebut di pasal 64 ayat (1) huruf (o) dan huruf (p) menyatakan tentang penataan dan pengembangan TPA Cipayung, TPA Pasir Putih dan UPS di seluruh Wilayah Kota. Serta Pembangunan Buffer Zone atau kawasan penyanggah di TPA Cipayung dan TPA Pasir Putih.
Melalui dasar hukum ini maka Pemerintah Kota Depok tetap ingin melanjutkan rencana perluasan lahan pengembangan TPA Cipayung ke TPA Pasir Putih, Apalagi pejabat terkait sudah mengatakan bahwa rencana pembangunan ini sudah disosialisasikan sebelumnya pada masyarakat.
Pertanyaannya, sosialisasi apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Kota Depok ? Apakah sosialisasinya dalam bentuk pemberitahuan setelah Perda RTRW Kota Depok disahkan atau sosialisasinya dilakukan sebelum Perda RTRW Kota Depok ini disahkan oleh DPRD Kota Depok. Terkait sosialisasi, faktanya dalam aksi demo di Balai Kota Depok, masyarakat justru menanyakan dimana sosialisasinya dan kapan dilakukan. fakta ini membuktikan bahwa sosialisasi yang dimaksud itu ternyata tidak ada sama sekali.
Bagi masyarakat Kelurahan Pasir Putih yang keberatan terhadap pembangunan TPA Pasir Putih, masih ada upaya hukum yang harus dilakukan yakni dengan melakukan Judicial Review ke Mahkmah Agung (MA) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2012-2032. Walaupun sebenarnya ada dua lembaga yang berwenang mereview. Pertama, berdasarkan Pasal 145 UU No 32 Tahun 2004 berikut perubahannya, ada kewajiban mengirimkan semua Perda yang sudah ditandatangani oleh Kementerian Dalam Negeri. Dalam dua bulan, Kementerian Dalam Negeri sudah bisa mereview. Kalau misalnya Perda tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka Perda tersebut bisa dibatalkan. Kemudian yang kedua oleh Mahkamah Agung (MA), melalui mekanisme Judicial Review.
Menurut catatan penulis, Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 memang banyak kekurangannya, Perencanaannya tidak berdasarkan kajian yang jelas dan terukur. Bagaimana pembangunan bisa berjalan dengan baik bila RTRW-nya tidak baik, Apalagi RTRW itu adalah sokoguru pembangunan. Karena itu untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari akibat perencanaan RTRW yang amburadul, baiknya Perda tersebut dibatalkan karena dalam mekanisme penyusunannya belum memenuhi unsur kelayakan hingga cenderung berpotensi cacat hukum.
Terkait dengan perencanaan yang tidak baik, misalkan sekedar contoh, dalam perda RTRW Kota Depok 2012-2032, Kecamatan Sukmajaya tidak termasuk dalam kawasan rawan banjir, dalam Perda RTRW tersebut di pasal 43, paragraf 6 tentang Kawasan rawan Banjir, pada ayat (2) menyatakan bahwa Kawasan Rawan banjir meliputi, Kelurahan depok, Kelurahan mampang, Kelurahan cimanggis, Kelurahan Sawangan, Kelurahan Kalimulya dan Kelurahan Cipayung
Sedangkan berdasarkan catatan penulis, bahwa di Kecamatan Sukmajaya terdapat 61 titik Kawasan Rawan Banjir yang tersebar di enam Kelurahan di Wilayah Kecamatan Sukmajaya. Ke-61 titik rawan banjir tersebut terbagi dalam dua kategori kawasan, pertama adalah Kawasan Sangat Rawan Banjir (KSRB) dan kedua adalah Kawasan Rawan Banjir (KRB).
Berikut ini adalah 61 titik rawan banjir yang tersebar di enam Kelurahan di Wilayah Kecamatan Sukmajaya Kota Depok : Kelurahan Sukmajaya ada 15 titik rawan banjir, Kelurahan Mekarjaya ada 7 titik rawan banjir, Kelurahan Baktijaya ada 10 titik rawan banjir, Kelurahan Abadijaya ada 8 titik rawan banjir, Kelurahan Tirtajaya ada 16 titik rawan banjir dan Kelurahan Cisalak ada 5 titik rawan banjir.
Titik rawan banjir tersebut umumnya terjadi karena sistem drainase yang tidak berfungsi secara optimal dan tersumbatnya saluran-saluran air akibat membuang sampah sembarangan. Dan faktor lainnya adalah terkait dengan struktur tanah pada pemukiman dataran rendah”

Hal-hal yang bisa menjadi penengah dalam masalah tersebut
Merencanakan Peraturan Daerah tentunya harus berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Apalagi dalam setiap pembuatan Peraturan Daerah selalu tercantum muatan di Konsideran mengingat yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memuat unsur filosofis, yuridis dan sosiologis. Dalam Konsideran mengingat pada Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 tercantum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat.
Dalam Konsideran itu menyatakan dengan jelas bahwa Perencanaan Tata Ruang Wilayah harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang, Pasal (2) menyatakan bahwamasyarakat berperan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Begitu juga dalam Pasal 5 huruf (a,b,c) menyatakan bahwa peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Selanjutnya dalam pasal (7) ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam perencanaan tata ruang dapat secara aktif melibatkan masyarakat. dan ayat (2) menyatakan bahwa masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang terkena dampak langsung dari kegiatan penataan ruang, yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang, dan/atau yang kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang.
Sangat jelas dinyatakan bahwa dalam proses Perencanaan Tata Ruang Wilayah Khususnya tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok, Peran serta masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja. Apabila Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah atau Perda RTRW Kota Depok 2012-2032 dalam perencanaannya tidak melibatkan peran serta masyarakat, maka Peraturan Daerah tersebut dapat dinyatakan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan melanggar hukum atau boleh dikatakan Perda tersebut cacat hukum alias tidak sah.





BAB III
PENUTUP

III.I       Kesimpulan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang selanjutnya disingkat RTRW Kota Depok adalah strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota yang disahkan oleh DPRD Kota Depok melalui Peraturan Daerah. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai masalah yang berdampak adanya aksi demonstrasi masyarakat di Kecamatan Sawangan, Kelurahan Pasir Putih.
Pada dasarnya setiap yang dilakukan pemerintah terhadap PERDA, haruslah ada sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat, karna bagaimanapun Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi, dimana kekuasaan berada ditangan rakyat.
Hal itu juga disampaikan dalam Konsideran yang menyatakan dengan jelas bahwa Perencanaan Tata Ruang Wilayah harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang, Pasal (2) menyatakan bahwamasyarakat berperan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan hak dan kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.



DAFTAR PUSTAKA