Rabu, 03 Mei 2017

Konservasi Arsitektur

BAB III
GAMBARAN KAWASAN


3.1 Kebun Raya Bogor Sebagai Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bogor

Pentingnya pengadaan RTH telah dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi II di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002. Konferensi ini menetapkan bahwa kota-kota harus menyediakan RTH minimal 30% dari luas kota (Brahmantyo & Kustiwan, 2014). Hasil ini telah menjadi acuan bagi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 di Indonesia tentang Penataan Ruang yang memberi landasan untuk pengaturan ruang terbuka hijau untuk mewujudkan ruang kawasan kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Pasal 29 ayat 2 undang-undang ini menjelaskan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, sedangkan pasal 29 ayat 3 menyebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 ini telah dijabarkan dalam Peraturan Menteri, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 menyebutkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika.

Fungsi RTHKP adalah:
  1. Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
  2. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara;
  3. Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
  4.  Pengendali tata air;
  5. Sarana estetika kota.

Manfaat RTHKP adalah:
  1. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;
  2. Sarana penelitian, pendidikan, dan penyuluhan;
  3. Sarana rekreasi aktif dan pasif, serta interaksi sosial;
  4. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;
  5.  Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
  6.  Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak,remaja, dewasa, dan manula;
  7.  Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
  8.  Memperbaiki iklim mikro;
  9. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.


Jenis RTHKP ini meliputi: taman kota; taman wisata alam; taman rekreasi; taman lingkungan perumahan dan permukiman; taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; taman hutan raya; hutan kota; hutan lindung; bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; cagar alam; kebun raya; kebun binatang; pemakaman umum; lapangan olah raga; lapangan upacara; parkir terbuka; lahan pertanian perkotaan; jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; kawasan dan jalur hijau; daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan taman atap (roof garden).

Gambar 3.1 Peta Kebun Raya Bogor
(Sumber : google.com)


3.2 Karakter Kebun Raya Bogor

Kebun Raya Bogor dirancang berdasarkan Taman Inggris yang menampilkan lingkungan yang alami dengan penataan organik dan penggunaan garis curvilinear yang berfungsi sebagai jalan dan jalan setapak. Selain menyimpan makna sejarah, Kebun Raya Bogor juga menyimpan koleksi tanaman langka yang sulit ditemukan, bahkan di tempat asalnya. Lingkungan alami dan kekayaan botani yang ada didalamnya menyebabkan Kebun Raya Bogor menjadi tujuan wisata alam dan penelitian, baik secara domestik, nasional, maupun internasional.
Salah satu daya tarik utama Kebun Raya Bogor adalah bunga bangkai (Amorphophalus titanum) karena saat-saat mendekati mekar akan mengeluarkan bau bangkai yang menyengat. Bunga ini dapat mencapai tinggi 2 m dan merupakan bunga majemuk terbesar di dunia tumbuhan. Bunga bangkai jenis bunga bangkai Amorphophalus titanum Becc. (Araceae atau suku talas-talasan) ditanam pada tanggal 19 Desember 1992. Bunga ini berasal dari Muara Aimat – Jambi, dengan berat umbi 30 kg. Pada tanggal 5 Februari 1994, muncul tunas bunga, kemudian pada tanggal 9 Maret 1994 tingginya telah mencapai 1 meter. Lima hari kemudian tinggi tanaman ini bertambah menjadi 1,5 meter. Karena tanaman ini termasuk langka, maka tanaman ini termasuk salah satu tanaman yang dilindungi dan dikembangbiakkan.


Sumber : http://e-journal.uajy.ac.id/10741/1/JURNAL%20Emilia2.pdf